0

Mencari Lead Indicator

Key Performance Indicators biasanya dibagi menjadi dua jenis: Lag indicator (hasil) dan Lead indicator (proses). Lag indicator lebih mudah ditentukan daripada Lead indicator. Padahal antara Lag dan Lead indicator seharusnya memiliki hubungan yang sangat erat. Misalnya, Lag indicator-nya “Staff Turnover”. Oleh karena itu Lead indicator-nya adalah faktor yang berpengaruh terhadap “Staff Turnover”. Lead indicatornya bisa “Employee Engagement Score” atau “Tingkat Kepuasan Karyawan Baru”. Dua ukuran Lead ini bisa memprediksi “Staff Turnover”.

Ada 3 cara menentukan Lead indicator:

  1. Riset faktor-faktor yang memiliki pengaruh terhadap Lag indicator. Bisa juga bertanya ke orang yang sudah mencoba. Selain itu bisa baca artikel terkait Lag indicator. Jika kita ingin memprediksi “Staff Turnover”, sebaiknya baca artikel HR terkait “Staff Turnover”.
  2. Cek proses bisnis. Gambarkan proses bisnis terkait Lag indicator menggunakan flowchart. Perhatikan proses-proses terkait sebelum mencapai Lag indicator. Tentukan 1-2 proses yang paling berpengaruh terhadap pencapaian Lag indicator. Tapi hati-hati, terkadang Lead indicator ada di proses bisnis yang lain (sebelum proses yang terkait Lag indicator). Misalnya Jika Lag indicator nya “Sales Revenue”, maka kita perlu memeriksa flowchart proses marketing dan sales. Jika di proses marketing, dinilai content iklan memiliki pengaruh kuat, maka dua ukuran yang bisa dipertimbangkan untuk menjadi Lead adalah “Average Visit Time on Content Page” atau “Newsletter Open Rate”. Mungkin faktor delivery layanan juga bisa menjadi faktor yang berpengaruh terhadap “Sales Revenue”. Bayangkan jika layanan Anda di deliver tidak sesuai janji. Oleh karena itu, “Delivery Index” juga bisa jadi salah satu Lead.
  3. Pilih Lead indicator yang paling kuat. Jika kita sudah menemukan beberapa calon Lead indicator, kita jadi susah menentukan Lead indicator mana yang pas. Cara paling mudah adalah dengan “trial and error”. Butuh latihan dan pengalaman untuk benar-benar bisa menemukan Lead indicator yang tepat.

Referensi:

0

Learning Objectives vs Learning Outcomes

Bologna Agreement tahun 1999 bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pendidikan tinggi di Eropa. Salah satu usulan perbaikannya adalah menggunakan learning outcome untuk semua modul pengajaran.

Pendekatan pengajaran tradisional biasanya menggunakan pendekatan “teacher-centered”. Pendekatan yang diusulkan dalam Bologna Agreement adalah “student-centered”.

Pendekatan tradisional (teacher-centered) dalam merancang modul pengajaran biasanya dimulai dengan materi pengajaran. Guru/dosen yang menentukan materi apa yang akan diajarkan dan menentukan cara evaluasinya berdasarkan kemampuan pembelajar untuk menyerap materi tersebut.

Pendekatan student-centered dalam perancangan modul dimulai dengan apa yang diharapkan mampu diketahui, dipahami dan dilakukan oleh pembelajar. Baru kemudian menentukan materi-materi apa yang diajarkan.

Learning outcomes didefinisikan sebagai hal-hal yang harus diketahui, dipahami dan dipraktikkan ketika telah menyelesaikan proses pembelajaran (ECTS, 2005).

Beberapa definisi lain tentang Learning Outcomes:

  • Learning outcomes are statements of what is expected that the student will be able to do as a result of a learning activity.
    (Jenkins and Unwin, 2001)
  • Learning outcomes are statements that specify what learners will know or be able to do as a result of a learning activity. Outcomes are usually expressed as knowledge, skills or attitudes. (American Association of Law Libraries, URL 3)
  • Learning outcomes are an explicit description of what a learner
    should know, understand and be able to do as a result of learning.
    (Bingham, 1999)
  • Learning outcomes are statements of what a learner is expected to
    know, understand and/or be able to demonstrate after completion
    of a process of learning. (ECTS Users’ Guide, 2005)
  • Learning outcomes are explicit statements of what we
    want our students to know, understand or be able to do
    as a result of completing our courses. (University of New South Wales, Australia, URL 4)
  • Learning outcome: a statement of what a learner is expected to
    know, understand and/or be able to demonstrate at the end of a
    period of learning. (Gosling and Moon, 2001)
  • A learning outcome is a statement of what the learner is expected
    to know, understand and/or be able to do at the end of a period of
    learning. (Donnelly and Fitzmaurice, 2005)
  • Learning outcomes describe what students are able to demonstrate in terms of knowledge, skills and attitudes upon completion of a program. (Quality Enhancement Committee, Texas University, URL 5)

Pendekatan outcome ini sebenarnya bukan barang baru. Dulu tahun 60an sd 70an dikenal sebagai pendekatan “behavioral objectives”. Salah satu pelopornya adalah Robert Mager (1975). Ia menggunakan istilah “instructional objectives” untuk menentukan jenis pembelajaran yang akan dilakukan dan bagaimana pembelajaran tersebut akan dievaluasi.

Pertanyaan mendasarnya bukan ” “what did you do to obtain your degree?” akan tetapi menjadi “what can you do now that you have obtained your degree?”.

Penulisan Learning Outcomes bisa menggunakan Taksonomi Bloom, yang terdiri dari 3 bagian yaitu 1. Cognitive (ada enam tingkat: knowledge, comprehension, application, analysis, synthesis. dan evaluation), 2. Affective (sikap, perasaaan, nilai-nilai), dan 3. Psychomotoric (ketrampilan fisik).

Penulisan Learning Outcome diawali dengan action verb yang diikuti dengan obyek dari kata kerja tersebut. kalimat sebaiknya dibuat singkat dan ringkas untuk menjaga agar tetap jelas.

Referensi:
– Writing and Using Learning Outcomes: A Practical Guide (ebook)

0

Kekuatan “BELUM”

I watched this TED video and thought you would find it interesting.

Ada sekolah di Chicago Amerika, jika ada murid yang tidak lulus ujian mereka memberi nilai “BELUM LULUS” dan bukan “GAGAL”. Ini memberikan pengertian kepada muridnya bahwa mereka bukan gagal dan memang tidak mampu, melainkan menunjukkan bahwa para murid ini masih ada di dalam proses belajar dan sedang berusaha memahami.

Sekelompok anak di beri soal matematika yang sulit. Sebagian anak merasa tertantang; sebagian merasa dapat musibah. Anak yang merasa tertantang paham bahwa kemampuan mereka bisa dikembangkan. Inilah yang kita sebut sebagai Growth Mindset. Sedangkan untuk anak yang merasa mendapat musibah mereka merasa kemampuannya sudah mentok, sehingga mereka merasa gagal. Inilah yang disebut Fixed Mindset. Bagaimana dengan Anda? Apa yang Anda rasakan ketika menemui masalah sulit?

Ilmuwan mengukur aktivitas otak ketika anak-anak ini menghadapi masalah dan menemukan bahwa otak anak2 yang memiliki fixed mindset hampir tidak ada aktivitas. Sedangkan di otak anak-anak yang memiliki Growth Mindset terlihat otak mereka seperti “terbakar”. Mereka sangat engaged dan tertantang.

Bagaimana cara kita membina anak-anak kita? Caranya, jangan puji kecerdasan atau kepintarannya. Pujilah proses yang mereka alami: strateginya, fokusnya, semangatnya, dan perbaikannya. Dengan menggunakan kata “belum”, anak-anak akan semakin PD.

Referensi:

0

Quote of The Day

“When you want to convert someone to your view, you go over to where he is standing, take him by the hand (mentally speaking), and guide him.  You don’t stand across the room and shout at him; you don’t call him a dummy; you don’t order him to come over to where you are. You start where he is, and work from that  position. That’s the only way to get him to budge.”

—Thomas Aquinas, better known as the great persuader said in his book,
‘Political Enemies’

0

Trust Me

I watched this NatGeo video and thought you would find it interesting.

  • How do your maintain your level of trust
  • Game steal or split –> fun experiment. Both split masing-masing dapet setengah; steal x split –> steal win; steal x steal –> nobody win. Mirip dengan x-y game.
  • “The more people tend to trust each other, the more society will tend to prosper”
  • Our brain is wired to trust. Human trust each other.
  • “Free money experiment” –>  kalo ada yang jaga (dalam bentuk poster / gambar orang), orang pada gak mau ambil.
  • Experiment memilih nama saham à memilih yang gampang dibaca dan kedengaran familiar. Bisa dicoba untuk peserta. Brain trust the familiar.
  • Ketika otak kita menghadapi conflicting information, otak harus memutuskan. –> Ada fun experiment menghitung flash dot yang diiringi dengan beep.

Referensi:

  • Brain Games Season 3 Episode 3
0

Struktur E-learning

Untuk Anda yang sedang menyusun e-learning dan sedang kebingungan menentukan struktur content e-learning seperti apa, bisa menggunakan checklist berikut:

  1. Welcome: Welcome your learners to the course.
  2. Instructions: Explain how they will navigate the course, which buttons they need to click, etc.
  3. Introduction: Tell learners why they are taking the course, and what benefits they’ll receive by completing it.
  4. Objectives: Outline the specific course objectives, so learners have a good sense of what’s ahead.
  5. Content: Build your main course content here. Depending on the length, you might chunk it into lessons, each with its own intro, content, assessment, and summary.
  6. Assessment: Give learners an assessment to see whether they’ve actually learned the material.
  7. Summary: Revisit the course objectives you stated up front.
  8. Resources: Offer additional content or resources that reinforce the course material
  9. Exit: Give final instructions on how to exit the e-learning course

Referensi:

0

Jadilah Seorang Pemecah Masalah

Judul: Problem Solving 101: A Simple Book for Smarter People
Pengarang: Ken Watanabe
Penerbit: Portfolio, 2009

Life is about problem solving?
Apakah Anda ingin anak Anda menjadi seorang pemecah masalah yang tanggung?

Buku ini membahas secara sederhana konsep pemecahan masalah menggunakan tool pemecah masalah yang biasa dipakai oleh perusahaan-perusahaan besar. Di buku ini, tool-tool ini sudah disederhanakan dalam konteks kehidupan sehari-hari dalam dunia seorang anak.

Studi kasus yang dibahas antara lain tentang Group Band yang ingin menarik penonton, seorang anak yang menyusun rencana mencapai cita-citanya, dab bagaimana seorang anak memilih sekolah sepakbola idaman.

Tool pemecahan masalah yang dibahas antara lain: pohon logika, yes/no tree, problem solving design plan, hypothesis pyramid, pros & cons, criteria & evaluation,

Dengan bahasa yang lugas dan penuturan yang logis, buku ini tidak hanya bisa digunakan oleh orang tua mengajari anaknya untuk menjadi seorang pemecah masalah, melainkan juga dapat digunakan oleh orang tua untuk menyelesaikan masalahnya sendiri.

 

0

Seni Bernegosiasi

I watched this TED Talk and thought you would find it interesting.

Apa yang membuat orang mengambil keputusan? Ada 3 elemen dan 3 tips akan mempengaruhi proses pengambilan keputusan dan negosiasi.

Bagaimana cara memaksa kambing pindah ke kandang? Dengan menarik tanduknya? Anda akan diseruduk. Cobalah tarik janggutnya dengan lembut dan arahkan secara perlahan ke kandang. Kambing itu punya titik sensitif di bagian janggutnya.

Begitupun negosiasi. 3 elemen yang berpengaruh adalah Ethos, Pathos, dan Logos.

Sedangkan 3 tips dalam negosiasi adalah:

  1. Expect the Unexpected –> tidak ada kasus negosiasi yang sama. oleh karena itu pasti akan ada surprise. Kuncinya being flexible and segera mantul.
  2. Be tough to the cause, be kind to the people –> Hati-hati terhadap perasaan orang karena orang akan lupa terhadap apa yang mereka dengar dan lihat, tapi tidak akan melupakan apa yang mereka rasakan. Pertahankan posisi Anda, tapi sentuh perasaan mereka.
  3. Always ACT, never REACT –> Setiap orang punya satu tombol yang jika disentuh akan bisa meluluhkan perasaannya. Dalam negosiasi, Anda harus mengenali tombol Anda sendiri sehingga Anda tidak bisa dipaksa. Ketika Anda terdorong menjauh dari tujuan, jangan terus berjalan. Anda harus diam sejenak, memperbaiki posisi Anda, pastikan arahnya sudah benar, baru kemudian Anda melanjutkan perjalanan.

Referensi:
The Art of Negotiation | Maria Ploumaki | TEDxYouth@Zurich

0

Bridging the Execution Gap

Survey menunjukkan, 75% organisasi berjuang keras untuk mengimplementasikan strateginya.

Ada 5 mitos eksekusi strategi yang perlu diluruskan yaitu

  1. Execution equals alignment –> Kenyataannya, jika ada masalah dalam eksekusi, kebanyakan manager mengatakan masalahnya adalah penyelarasan terhadap hirarki (struktur organisasi). Solusi: Perbaiki koordinasi antar unit.
  2. Execution means sticking to the plan –> Kenyataannya, dengan perubahan yang begitu cepat, organisasi tidak mungkin dapat mengantisipasi SEMUA HAL. Solusi: Terus-menerus mengalokasikan sumber daya ke fokus upaya yang tepat. Artinya, jika ada perubahan prioritas strategi bisa langsung di eksekusi dengan pengalokasian ulang sumber daya secara tepat dan cepat. Kuncinya: tetap fokus pada hal yang strategis.
  3. Communication equal understanding –> Kenyataannya, kebanyakan orang-orang di dalam organisasi tidak paham strategi organisasi. Hanya 16% dari pimpinan di lapangan yang paham strategi organisasi. Solusi: kirim pesan yang sederhana (mudah dipahami) namun konsisten.
  4. A performance culture drives execution –> Kenyataannya, kadang orang-orang di organisasi terlalu fokus pada angka-angka pencapaian kinerja. Jadinya pada main aman, gak berani coba-coba cara baru. Solusi: beri penghargaan terhadap perilaku yang mendukung eksekusi (terkait dengan proses), bukan hanya hasil saja. Mis lincah, kolaborasi, eksperimentasi dll.
  5. Execution should be driven from the top –> Kenyataannya tidak harus selalu dari top. Karena jika begitu, para manager tidak akan pernah belajar untuk memimpin. Jika eksekusi berjalan karena dorongan yang kuat dari top, biasanya berhasil tapi tidak langgeng. Solusi: Dorong manager di lapangan untuk mengambil keputusan yang sulit.

Jadi apa kunci keberhasilan eksekusi?
1. Koordinasi; 2. Agility; 3. Reallocating Resources

Referensi: